Dakwah via ‘Wayang Terbarukan’ ala Ustadz Jabir
BANJARNEGARA – Banyak cara digunakan kyai dan ulama agar ceramahnya lebih memikat audience. Salah satunya dengan memboyong ‘wayang minimalis’ atau yang disebut oleh kreatornya sebagai ‘wayang terbarukan’. Adalah Ustadz Jabir Huda al Mansyur, kyai muda dari Kebumen yang mengkombinasikan dakwah dengan kesenian wayang. Dakwah ala wali songo ini terbukti ampuh untuk menyegarkan ceramah. Sehingga pengunjung lebih betah ngaji tanpa mengurangi esensi dakhwah yang disampaikan.
Apalagi ditambah kepiawaian sang ustad menirukan suara para tokoh nasional mulai dari bekas Presiden Gus Dur, Soeharto, Habibie bahkan sang Proklamator Bung Karno. Tak luput, kyai kondang semacam Zaenuddin MZ, AA Gym, hingga kyai langitan pun ‘dikerjai’ sang kyai, dengan warna suara dan artikulasi yang nyaris sempurna. Ditambah tokoh wayang ‘terbarukan’ dengan gambar tokoh dan politisi nasional masa kini.
Inilah yang terjadi dalam Peringatan Maulud Nabi 1434 H yang digelar Panitia Pengajian Umum (PPU) Banjarnegara di pendapa Dipayuda. Selasa (29/1). Ribuan pengunjung dari unsur birokrasi TNI, Polri, Ormas Islam, dan masyarakat luas menyatu dalam ukhuwah yang indah, menyimak nada dan dakhwah dari Kyai Jabir Huda al Mansyur yang memboyong gamelan minimalis dengan dikolaborasikan perkakas musik modern seperti : gitar, bass dan keyboard elektrik.
Lepas dari kepiawaian sang ‘ustad dalang’ memainkan wayang dan kejenakaannya menirukan suara para politisi, secara garis besar Ustad Jabir mengingatkan agar sebagai umat kita selalu meneladani perilaku Nabi Muhammad SAW. Dalam kaidah Jawa, para wali sering mengajarkan apa yang dikenal sebagai ‘sastra jendra hayuningrat pangruwating diyu’ yang merupakan ilmu atau pegangan untuk mencapai kesempurnaan hidup. “Dalam transformasi di kehidupan nyata, para wali menganjurkan manusia untuk menjaga lima tali,” kata Ustad Jabar.
Tali yang pertama adalah : tali cangkem (mulut-Red), manusia agar pandai menjaga lidahnya, dan menggunakan mulut sebagai penyebar kebajikan. Tali yang kedua, kuping (telinga), dengarkan kebaikan dan informasi yang berguna. Ketiga adalah tali hati, Kemudian tali irung (hidung). Jagalah penciuman dari hal-hal yang tidak terpuji. Dan yang terakhir adalah tali rasa.
Masyarakat madani
Ustad Jabir mengingatkan, konsep masyarakat madani yang digagas Rasulullah sejatinya untuk membentuk ‘baldatul toyyibatul warrobun ghofuur’. Dalam masyarakat madani (civil society) dibutuhkan dua pilar kokoh yakni adanya religius society (masyarakat yang taat beragama) dan intelectual society (masyarkaat yang cerdas). “Saudara sekalian, jika dua unsur ini ada, tidak mungkin kita jadi bangsa yang terbelakang, yang hanya jadi bangsa konsumtif dan cuma bersenang-senang, kaya anak TK. Gitu aja kok repot!”, celetuk ustad menirukan aksen Gus Dur.
Sekretaris Panitia Khadir Suhedi SH mengatakan, pengajian ini untuk memberi arti kembali tentang makna kelahiran Rosulullah SAW bagi peradaban manusia serta mengapresiasi dan mencontoh perilaku, karakter dan kahlak mulia dari pribadi Rosulullah SAW. “Dari pengajian ini kami berharap jemaah dapat mengambil hikmah sehingga dapat meningkatkan iman dan ibadah kita dalam bermasyarakat.” (SJ / mujipras)
suarajateng.com